Minggu, 11 Desember 2016

Proses Belajar yang Menghasilkan Pemahaman Bermakna, Faktor yang Mendukung Siswa dapat Mengkonstruk Pengetahuan dengan Efektif, dan Contoh dalam Ruang Lingkup Pembelajaran Matematika

Menurut James O.  Wittaker dalam Soemanto (2003) belajar dapat didefinisikan sebagai proses di mana tingkah laku ditimbulkanjnatau diubah melalui latihan dan pengalaman, “Learning may be defined as the process by wch behavior originates or is altered through training or experience”.   Uno (2011:22)  menjelaskan bahwa “ belajar adalah suatu proses usaha yang  dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Pendapat tersebut terdapat perubahan perilaku yang terjadi dalam belajar, hal ini sependapat dengan Rifa’I dan Anni  (2011:82), belajar mengandung tiga unsur utama, yaitu sebagai berikut.
(1)     Belajar berkaitan dengan perubahan perilaku. Untuk mengukur apakah seseorang  telah belajar, maka diperlukan perbandingan antara perilaku sebelum dan setelah  mengalami kegiatan belajar. Apabila terjadi perbedaan perilaku, maka dapat disimpulkan bahwa seseorang telah belajar. Perilaku tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk perilaku tertentu, seperti menulis, membaca, berhitung.
(2)     Perubahan perilaku itu terjadi karena didahului oleh proses pengalaman. Perubahan perilaku karena pertumbuhan dan kematangan fisik, seperti tinggi dan berat badan, dan kekuatan fisik, tidak disebut sebagai hasil belajar.
(3)     Perubahan perilaku karena belajar itu bersifat relatif permanen. Lamanya perubahan yang terjadi pada diri seseorang adalah sukar untuk diukur. Biasanya perubahan perilaku dapat berlangsung selama satu hari, satu minggu, satu bulan, atau bahkan bertahun-tahun.
            Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu  proses usaha yang dilakukan individu untuk mendapatkan pengetahuan dan pengalaman yang dapat mengubah sikap dan tingkah laku seseorang kearah kemajuan yang lebih baik.
            Belajar dapat terjadi jika ada kegiatan pembelajaran. Konsep pembelajaran menurut Corey (1986:195)  dalam Sagala (2014: 61) adalah suatu proses dimana lingkungan seorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan  turut serta dalam tingkah lau tertentu dalam kondisi- kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu, pembelajaran merupakan subset khusus dalam pendidikan. Sedangkan  menurut Schunk (2012: 5) pembelajaran merupakan perubahan yang bertahan lama dalam perilaku, atau dalam kapasitas berperilaku dengan cara tertentu, yang hasil dari praktikatau bentuk- bentuk pengalaman lainnya.  
Adapun kriteria- kriteria pembelajaran menurut Schunk adalah sebagai berikut:
1)        Pembelajaran melibatkan perubahan
Perubahan yang dimaksudkan adalah perubahan dalam perilaku ataupun dari kapasitas perilaku. Perubahan dalam berperilaku dapat dilihat dari apa yang diucapkan, dituliskan, dan dilakukan seseorang. Perubahan berperilaku ini didasarkan pada  kapasitas perilaku karena orang tidak bisa mempelajari suatu ketrampilan, pengetahuan, keyakinan, atau perilaku tanpa mempraktikannya pada saat pembelajaran sedang berlangsung.



2)        Pembelajaran bertahan lama seiring dengan waktu
Perubahan perilaku yang bertahan lama disebut pembelajaran. Perubahan-perubahan perilaku yang dipicu oleh faktor-faktor seperti obat- obatan, alkohol, kelelahan yang bersifat sementara tidak disebut dengan pembelajaran.
3)        Pembelajaran terjadi melalui pengalaman
       Pengalaman yang diperoleh dapat melalui praktik, atau pengamatan. Praktik yang dilakukan atau pengamatan yang dilakukan,  interaksi dengan orang lain dapat mendatangkan pengalaman.
            Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu  proses dimana lingkungan seorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan terjadi perubahan perilaku individu yang bertahan lama melalui pengalaman.
            Dalam dunia pendidikan, pembelajaran adalah proses mencari pengetahuan melalui interaksi antara guru, siswa dan lingkungan. Sedangkan  proses pembelajaran adalah proses yang mampu menggali kemampuan siswa, membangkitkan keterlibatan aktif siswa, dan memberi pengalaman belajar .
            Pengalaman belajar  siswa dapat diperoleh dari proses belajar (learning process)  yang terdiri dari mengolah informasi, membangun koneksi menjadi informasi dan mengintegrasikan dengan pengetahuan awal, dan hasil akhirnya yaitu mengkontruk pengetahuan serta melakukan penyadian pengetahuan ke memori jangka panjang.




Encoding
 
Long Term Memory
 
Sensoris Memory
 
Sense Register
 
 




Attention Perception
 
v|
Forgotten
 
 



Gambar 1.  Proses Belajar (Learning Process)

            Dalam proses belajar siswa ( learning process), tahap dimulai dari informasi yang masuk dan dapat diterima oleh indra (sense register). Hal ini berkaitan dengan persepsi yang merupakan tahap pertama dari proses kognitif  sehingga informasi yang didapatkan dapat mempengaruhi perilaku. Selanjutnya informasi masuk ke tahap sensor memory dan terjadi seleksi informasi yaitu informasi yang perlu di proses lebih lanjut atau informasi yang tidak diproses lebih lanjut/dilupakan (forgotten). Informasi yang lolos dalam seleksi diproses lebih lanjut, ke dalam working memory, dalam working memory informasi diorganisasikan kemudian dihubungkan/ mengkoneksikan dengan pengetahuan yang sudah ada dengan memanggil kembali (retrieval/ recontruction) dari long term memory). Retrieval/ recontruction dapat terjadi dengan otomatis ataupun tidak, hal ini dipengaruhi oleh intensitas pengetahuan.  Selanjutnya informasi yang sudah dikonrksikan menghasilkan informasi yang lebih kompleks kemudian disandikan lagi sehingga dapat  masuk ke long term memory  sebagai informasi baru yang lebih kompleks yang nantinya menjadi pengetahuan dasar  (prior knowledge/ schema ). Ketika informasi yang didapat dirasa belum sesuai atau terjadi disequlibrium maka akan terjadi patern recognition yaitu proses penggunaan informasi lampau atau pengetahuan dasar untuk menyusun persepsi kembali (attention perception). Selanjutnya masuk ke tahap working memory untuk dapat disandikan kembali ke dalam long term memory. Setelah mendapatkan informasi baru maka munculah perhatian yang merupakan langkah awal untuk menetukan perilaku yang dihasilkan.
            Berdasarkan penjelasan di atas dapat terlihat jelas bahwasannya proses pengkoneksian informasi baru dengan pengetahuan yang sudah ada sangat penting dalam proses pembelajaran. Sehingga diperlukan pembelajaran yang mampu mengkoneksikan informasi baru dengan pengetahuan yang sudah ada sehingga terkonstuks/ terbentuklah pengetahuan baru yang dapat tersimpan dalam jangka waktu lama di long term memory. Berkaitan dengan hal di atas pembelajaran bermakna sangat mendukung agar proses  belajar dapat berjalan dengan baik.
            Pembelajaran bermakna merupakan suatu proses mengkaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seorang. Struktur kognitif ialah fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan dingat siswa.    Pembelajaran bermakna ini disejalan dengan belajar bermakna  David Ausubel. Menurut Ausubel dalam Hudoyo (1998:62) bahan pelajaran yang dipelajari haruslah “ bermakna” artinya bahan pelajaran itu harus cocok dengan kemampuan siswa dan harus relevan dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa. Menurut Ausubel dalam Dahar (2011: 94) bahwasanya siswa dalam belajar dapat diklasifikasikan menjadi dua dimensi dapat dilihat pada Gambar 2. Bentuk- bentuk Belajar dibawah ini.

.



 



Hafalan
 
Hafalan
 
1.    Materi disajikan dalam bentuk final
 
2.  Siswa memasukan materi dalam struktur kognitif
 
1.    Siswa menemukan materi
 
2. Siswa memasukkan materi ke dalam struktur kognitif
 
Gambar 2. Bentuk- bentuk Belajar

            Dimensi yang pertama mengenai penyajian materi pelajaran untuk siswa, yaitu melalui penerimaan atau penemuan. Penyajian materi secara penerimaan, artinya materi disajikan dalam bentuk final. Siswa tidak difasilitasi untuk mencari, menemukan sendiri. Siswa hanya difasilitasi untuk bertanya jika belum mengerti mengenai materi pelajaran yang disampaikan. Proses  selanjutnya adalah siswa menghafal materi yang sudah diterimanya. Berbeda dengan penyajian materi secara penemuan. Guru menyajikan materi dengan metode- metode tertentu yang dapat mengaktifkan siswa untuk menemukan sendiri materi yang disajikan dengan bimbingan guru. Guru menyiapkan pembelajaran dan membimbingan siswa untuk mencari, menemukan materi yang dipelajari melalui bahan ajar yang mendukung. Setelah siswa menemukan materi dengan bimbingan guru maka proses selanjutnya adalah siswa menghafal materi yang sudah diperoleh sama dengan proses pada penyajian materi secara penerimaan.
            Dimensi yang kedua yaitu mengenai cara bagaimana siswa mengaitkan atau menghubungkan materi yang sudah diperoleh dengan struktur kognitif yang telah ada., hal ini terjadi belajar bermakna. Akan tetapi siswa juga dapat mencoba- coba menghafal informasi baru itu tanpa menghubungkan dengan struktur kognitif yang telah ada, dalam hal ini terjadi belajar menghafal.
            Pada dimensi dua inilah pembelajaran harus dapat disusun disajikan dengan tepat, agar siswa dapat memahami materi dengan bermakna. Menurut Dahar (2011) mengemukakan dua prasyarat terjadinya belajar bermakna, yaitu:
(1)     Materi yang akan dipelajari harus bermakna secara potensial
Materi bermakna secara potensial artinya materi harus memiliki kebermaknaan logis, dan gagasan-gagasan yang relevan harus terdapat dalam struktur kognitif peserta didik. Sehingga sebelum menyajikan materi guru harus mencari tahu terlebih dahulu struktur kognitif yang sudah dimiliki oleh siswa.
(2)     Anak yang akan belajar harus bertujuan belajar bermakna
Sebelum pembelajaran dimulai Guru menyampaikan terlebih dahulu tujuan yang akan dicapai. Agar siswa mempunyai kesiapan dan niat untuk dengan pembelajaran.
           


            Kedua dimensi yaitu penerimaan/ penemuan dan hafalan/ bermakna merupakan suatu kontimun yang dapat dijelaskan dengan Gambar 3. Dua Kontinum Belajar menurut Novak (1985) dalam Dahar (2011: 95) dibawah ini.
Belajar Bermaka
Menjelaskan hubungan antara konsep- konsep

Pengajaran auditorium yang baik
Penelitian Ilmiah

Penyajian melalui ceramah atau buku pelajaran

Kegiatan laboratorium sekolah
Sebagian besar penelitian rutin atau produksi intelektual
Belajar Hafalan
Daftar Perkalian
Menerapkan rumus- rumus untuk memecahkan masalah

Penemuan dengan coba- coba

Belajar Penerimaan
Belajar Penemuan Terpimpin
Belajar Penemuan Mandiri

Gambar 3. Dua Kontinum Belajar Menurut Novak (1985) dalam Dahar (2011: 95)
            Berdasarkan Gambar di atas dapat dilihat kontimun mendatar dari kiri belajar peneriamaan berkurang dan semakin ke kanan belajar penemuan bertambah. Sedangkan kontium vertikal dari bawah ke atas belajar hafalan semakin berkurang dan pembeljaran bermakna semakin bertambah. Hal ini menunjukan bahwa belajar hafalan dan belajar bermakna berbeda, dan belajar penerimaan dapat dibuat menjadi belajar bermakna dengan cara- cara tertentu. Menurut Ausubel (1963) dalam Dahar (2011: 98) faktor-faktor  utama yang mempengaruhi belajar bermakna ialah struktur kognitif yang ada, stabilitas, dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi tertentu dan pada waktu tertentu. Ausubel menggemukakan tiga kebaikan dari belajar bermakna yaitu: informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama dapat diingat,  informasi yang dipelajari secara bermakna memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi pelajaran yang mirip, informasi yang dipelajari secara bermakna mempermudah belajar hal-hal yang mirip walaupun telah terjadi lupa.
            Pembelajaran bermakna erat kaitannya dengan teori konstruktivisme pemikiran Piaget dan Vygotsky. Kedua tokoh ini memandang bahwa peningkatan pengetahuan merupakan hasil konstruksi pembelajaran dari pemelajar.  Belajar bukan semata pengaruh dari luar, tetapi ada juga potensi dari dalam individu yang belajar dalam mengkonstruks/ menyusun pengetahuan yang diperolehnya. Meskipun dua tokoh ini memiliki pandangan yang sama, akan tetapi memiliki beberapa perbedaan yang dapat  dilihat pada Tabel 1. Perbedaan Pandangan :
Piaget
Vygotsky
Pentahapan kognitif
anak berdasarkan umur yang kaku
Setiap tahapan kognitif terdapat perbedaan kemampuan anak
Perkembangan kognitif anak sebagai manusia individu yang
mandiri
Perkembangan kognitif anak
sebagai makhluk sosial, dan merupakan bagian integral dari masyarakat
Potensi diri anak sebagai skemata
Potensi diri anak “Zone of Proximal Development

            Menurut Thobroni (2011: 108) teori kontruktivisme memberikan keaktifan terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau teknologi. Dari beberapa uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa teori kontruktivisme memandang bahwa pengetahuan yang diperoleh oleh pembelajar tidak hanya pengaruh dari luar akan tetapi merupakan hasil kontruksi dalam diri pembelajar sendiri.
            Proses siswa dalam mengkontruksi/ menyusun pengetahuan dari informasi baru dalam perkembangan kognitif dapat dilihat dapat digambarkan oleh Teori Piaget yang terdiri dari skema, asimilasi, akomodasi. Lebih rinci proses perkembagan kognitif Piaget dijeaskan sebagai berikut:

1)        Skema
       Piaget menyebutkan bahwa struktur kognitif sebagai skemata (schemas), yaitu kumpulan dari skema-skema. Seorang individu dapat mengikat, memahami, dan memberikan respon terhadap stimulus disebabkan karena bekerjanya skemata ini. Skemata ini berkembang secara kronologis, sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungannya. Sehingga individu yang lebih dewasa memliki struktur kognitif yang lebih lengkap dari pada ketika ia masih kecil. Dapat dikatakan bahwa skema merupakan pengetahuan yang sudah dimiliki seorang individu. Teori skema mempunyai tujuan bahwa pengetahuan diorganisasikan dalam menggambarkan sesuatu yang kompleks (Bruning, 2011: 48).
2)        Adaptasi
       Merupakan cara anak untuk meyesuaikan skema sebagai tanggapan atas lingkungan. Adaptasi ini dilakukan dengan dua langkah, yaitu:
a.    Asimilasi
     Asimilasi adalah proses kognitif yang dengannya seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep, atau pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi merujuk pada memahami pengalaman baru berdasarkan skema yang sudah ada. Seorang individu dikatakan melakukan proses adaptasi melalui asimilasi, jika individu tersebut menggabungkan informasi baru yang dia terima kedalam pengetahuan mereka yang telah ada. Asimilasi tidak menyebabkan perubahan skema, melainkan memperkembangkan skema.
b.    Akomodasi
     Akomodasi terjadi ketika individu dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman yang baru, tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru itu dengan skema yang  telah ia punyai. Akomodasi merujuk pada mengubah skema yang telah ada agar sesuai dengan situasi baru. Individu dikatakan akomodasi jika individu menyesuaikan diri dengan  informasi baru dengan cara membentuk skema baru yang dapat cocok dengan rangsangan yang baru atau dengan  memodifikasi skema yang ada sehingga cocok dengan rangsangan itu. Melalui akomodasi ini, struktur kognitif yang sudah ada dalam diri seseorang mengalami perubahan sesuai dengan rangsangan-rangsangan dari objeknya.
c.    Equilibrasi
     Merupakan proses memulihkan keseimbangan antarapemahaman sekarang dan pengalaman baru. Equilibrasi diartikan sebagai kemampuan yang mengatur dalam diri individu agar ia mampu mempertahankan keseimbangan dan menyesuaikan diri terhadap lingkungannya atau dengan kata lain mengatur keseimbangan proses asimilasi dan akomodasi.

            Proses Perkembagan Kognitif Piaget dapat digambarkan sebagai berikut:
            Seorang individu sudah mempunyai skema atau pengetahuan awal, ketika berinteraksi  dengan lingkungan maka individu akan memperoleh pengetahuan baru. Terjadi asimilasi setelah individu mampu penggabungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang sudah ada/ skema.  Dengan konsep yang sudah dimiliki individu, individu memproses pengetahuan barunya tersebut. Tidak berhenti sampai disitu, individu selalu berusaha untuk mendapatkan keseimbangan antara pemahaman yang sudah dimiliki dengan pengetahuan baru karena terjadi ketidakseimbangan (disequilibrasi). Individu selalu belajar guna mencari atau memperoleh informasi baru untuk mencapai keseimbangan (equilibrasi). Ketika sudah terjadi equilibrasi maka diperoleh pengetahuan baru untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan dengan tetap mempertahankan skema yang sudah dimiliki.
            Berkaitan dengan pembelajaran matematika. Pembelajaran matematika aslahupaya sadar yang diselenggarakan untuk memfasilitasi siswa memahami konsep, prosedur, dan penerapan matematika (Retnowati, 2016: 1). Beberapa prinsip kontruktivis yang digunakan menurut Middleton & Goepfert (1996) dalam Santrock (2014: 101) adalah sebagai berikut:
1)        Membuat matematika realistik dan menarik.
Membangun pembelajaran matematika di sekitar masalah yang realistis dan menarik. Masalah ini mungkin melibatkan beberapa jenis konflik, ketegangan, atau krisis yang memunculkan minat siswa.
2)        Pertimbangkan pengetahuan siswa sebelumnya
Membuat cukup informasi yang tersedia bagi siswa untuk dapat membuat sebuah metode untuk memecahkan masalah matematika, tetapi menahan informasi yang cukup bahwa siswa harus meregangkan pikiran mereka untuk memecahkan masalah
3)        Membuat kurikulum matematika interatif secara sosial
Membangun peluang kurikulum untuk penggunaan dan meningkatkan keterampilan komunikasi mereka. Sehingga menghasilkan proyek matematika yang melahirkan diskusi, argumen, dan kompromi.
     Melihat uraian di atas bukan hal yang praktis untuk dapat menciptakan kondisi siswa dapat mengkontruks pengetahuan dengan efektif yang menghasilkan pemahaman yang bermakna. Berikut merupakan hal- hal yang perlu diperhatikan yang dapat menjadi faktor yang mendukung pemahaman yang bermakna dan bagaimana mengkontrusk pengetahuan secara  efektif:
1)      Pengetahuan Awal Siswa (Skema)
Pengetahuan awal siswa sangat mempengaruhi siswa dalam mengkontruks pengetahuan dengan efektif yang menghasilkan pemahaman yang bermakna.  Guru harus dapat mengetahui pengetahuan awal siswa untuk menentukan membelajaran selanjutnya, agar tercipta pembelajaran bermakna sehingga siswa dapat mengkontruks pembelajaran dengan efektif.
2)      Muatan Kognitif
Menurut Sweller et all (2011 ) dalam Retnowati (2016) dari aspek kognitif aktivitas belajar siswa untuk membangun pengetahuan dipengaruhi oleh besarnya muatan kognitif (cognitive load ). Muatan kognitif terdiri dari intrinsic cognitive load dan extraneous cognitive load. Intrinsic cognitive load yaitu muatan kognitif yang dihadirkan oleh isi bahan pembelajaran. Isi bahan/  materi matematika mempunyai komplekstitas yang  berbeda, yaitu ada yang kompleks ada juga yang sederhana. Oleh sebaba itu, snagan penting bagi guru untuk menguasai struktur pengetahuan matematika sehingga dapat menentukan tingkat kompleksitas bahan pembelajaran yang sesuai dengan kapasitas siswa. Sedangkan extraneous cognitive load yaitu muatan kognitif yang ditentukan oleh penyajian materi pembelajaran. Beberapa prinsip untuk meminimalisir extraneous cognitive load adalah dengan memberikan petunjuk yang baik dan jelas (provide clear guidance), menghindari fokus siswa menjadi terpecah (avoid split attention effect), dan menghindari siswa mrngolah informasi yang disajikan berlebih- lebihan (avoid redudanty information ).
3)      Design Pembelajaran
            Design pembelajaran yang digunakan harus sesuai. Metode pembelajaran yang digunakan  harus didesain strategik dan inovatif ( Retnowati, 2016: 10). Strategik artinya metode pembelejaran yang digunakna sistematik mengarah pada tujuan yang jelas (terukur), Sedangkan inovatif artinyametode pembelajaran yang disusun selalu sesuai dengan karakteristik kognitif siswa sehingga tidak monoton. Selain itu medel pembelajaran harus dapat memfasilitasi siswa untuk aktif dan mengarahkan pembelajaran yang bermakna, guru bertindak sebagai fasilitator. Media yang digunakan dalam pembelajaran harus sesuai dengan materi. Media disini sebagai penunjang agar dapat mendukung siswa dalam pembeljaran. Sehingga dengan media diharapkan siswa akan lebih mudah mendapatkan apa yang diharapkan daridesign pembelajaran.
Contoh dalam ruang lingkup pembelajaran matematika adalah pembelajaran menggunakan model Learning Cycle 7e untuk materi penyelesaian sistem persamaan dua variabel. Model Learning Cycle 7e  yang  merupakan suatu model pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered) yang mengadopsi dari prinsip konstruktivisme.  Eisenkraft (2003) menjelaskan kegiatan setiap fase/ tahapan Learning Cycle 7e  sebagai berikut:
Fase pertama dalam model pembeljaran Learning Cycle 7e adalah Elicit (Mendatangkan pengetahuan awal siswa), dalam tahap ini pengetahuan apa yang sudah ada pada siswa, karena siswa mengkonstruksi pengetahuan dari pengetahuan yang ada, melalui pertanyaan- pertanyaan mendasar mengenai suatu fenomena dalam kehidupan sehari- hari sebagai apersepsi terkait materi  sistem persamaan dua variabel.
Fase yang kedua adalah Engage (Ide, rencana pembelajaran dan pengalaman ) siswa dilibatkan dalam kegiatan demonstrasi, diskusi, eksperimen, membaca atau kegiatan lain terkait pertanyaan-pertanyaan yang diberikan pada fase Elicit, pada fase ini siswa diajarkan untuk berhipotesis yaitu menyusun jawaban sementara dari masalah yang akan mereka diskusikan.
Fase ketiga adalah Explore (Menyelidiki), pada fase ini membawa siswa untuk memperoleh pengetahuan dengan pengalaman langsung yang berhubungan dengan konsep yang akan dipelajari. Guru merangkai pertanyaan, memberi masukan, dan menilai pemahaman siswa terkait sistem persamaan dua variabel.
Fase keempat adalah Explain ( Menjelaskan),  pada fase ini memberi kesempatan pada siswa untuk menjelaskan hasil konsep-konsep dan definisi-definisi awal yang mereka dapatkan ketika fase explore, kemudian membedakan dan mendiskusikan konsep dan definisi yang mereka sudah diketahui dengan hasil konsep dari fase explore sehingga pada akhirnya menuju konsep dan definisi yang lebih formal.
Fase kelima adalah Elaborate (Menerapkan) Fase elaborate memberi kesempatan pada siswa untuk menerapkan pengetahuan yang mereka temukan pada situasi baru,
Fase keenam yaitu Evaluate (Menilai) terdiri dari evaluasi formatif dan evaluasi sumatif (Aziz, 2013).
Fase  yang ke tujuh adalah  Extend (Memperluas) bertujuan untuk membimbing siswa dalam berfikir, mencari, menemukan contoh penerapan konsep yang telah dipelajari dengan mengaitkan materi yang telah dipelajari dengan materi selanjutnya.
Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa dapat pembelaajaran dengan menggunakan model Learning Cycle 7e membawa siswa dalam kegiatan pembelajaran yang aktif, pembelajaran yang saling berkesinambungan untuk menghubungkan informasi awal, informasi baru dan informasi yang akan dipelajari. Dalam hal ini guru tidak boleh hanya memberikan pengetahuan kepada siswa, akan tetapi lebih dalam hal pembimbingan/ fasilitator, siswa harus membangun pengetahuan dalam pikiran mereka sendiri (Slavin, 2011: 3). Dengan model pembelajaran ini maka akan tercipta kondisi siswa dapat mengkontruks pengetahuan dengan efektif yang menghasilkan pemahaman yang bermakna.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa proses belajar yang menghasilkan pemahaman yang bermakna adalah proses belajar yang dapat mendukung siswa untuk mengkontruks pengetahuan dengan mengkoneksikan informasi baru dengan pengetahuan yang sudah ada dengan efektif. Hal-hal yang harus diperhatikan agar proses belajar ini dapat terwujud meliputi muatan kognitif, pengetahuan awal siswa (skema), dan desain pembelajaran.















DAFTAR PUSTAKA


Aziz, Zulfani. 2013. Penggunaan Model Pembelajaran Learning Cycle 7e Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Smp Pada Pokok Bahasan Usaha Dan Energi. Skripsi. Semarang: FMIPA Universitas Negeri Semarang.

Bruning, Roger H, Geogory J. Schraw, Monica M. Norby. 2011. Cognitive Psichology and Instruction. Amerika: Library of Congress Cataloging.

Dahar, Ratna Wilis. 2011.Teori- teori belajar & Pembelajaran.  Jakarta: Erlangga.

Retnowati, Endah. 2016. Kajian Masalah Pembelajaran Menengah Kejuruan dan Alternatif Solusinya. Artikel Ilmiah.

Eisenkraft, A. (2003). Expanding the 5E model : a Proposed 7E Model Emphasizes “ Tranfer of  learning”and the importance of  Eliciting Prior Understanding. Journal the National Science Teacher Association (NSTA), 70 (6): 56-59. Tersedia di  http://emp.byui.edu/firestonel/ bio405/readings/learningmodels/exp anding5e. pdf

Rifa’I, A., & Anni, C. T. 2011.  Psikologi  Pendidikan. Semarang: UNNES PRESS.

Sagala,Syaiful. 2014. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Santrock, John W.2014. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Salemba Humatika.
Schunk, Dale H. 2012. Learning Theories. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Silberman, Melvin L. 2013. Active Learning. Bandung: Nuansa Cendekia.
Slavin, Robert E.2011. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Indeks.
Soemanto, Wasty. 2003. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT RINEKA CIPTA.
Thobroni, Muhammad, dan Arif Mustofa. 2011. Belajar & Pembelajaran. Yogyakarta: AR- RUZZ MEDIA.
Uno, Hamzah. 2011. Teori Motivasi dan Peng